Love

"If this is coffee, then please-bring me some chocolate. But if this is chocolate, please bring me some coffee."

Wednesday, July 3, 2013

TBRS, Wadah Kesenian di Tengah Kota Semarang

Gerbang Depan Taman Budaya Raden Saleh
"Kurasa, buat sebagian orang, seni menjadi bagian penting yang sulit dipisahkan dari diri mereka..." - Winna Effendi, Refrain

Kesenian merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam masyarakat. Kesenian adalah wujud dari nilai estetika yang dihasilkan oleh seniman dengan tujuan mendapatkan penilaian dari masyarakat. Setiap kota memiliki kesenian yang memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan kota-kota lainnya. 

Taman Budaya Raden Saleh atau biasa disebut dengan TBRS merupakan salah satu pusat kesenian dan kebudayaan yang dimiliki oleh kota Semarang.  Sebuah tempat yang juga berfungsi sebagai taman wisata yang terletak di Jalan Sriwijaya No. 29 Semarang dengan luas lahan ± 89.926 m2 .

Untuk sampai ke taman budaya ini dapat menggunakan segala jenis kendaraan, karena letaknya yang strategis. Dari Simpang Lima Semarang, TBRS bisa ditempuh dengan jarak sekitar 2 kilometer. Taman budaya ini buka setiap hari pada pukul 06.00 -  21.00 WIB. 

Pada awalnya TBRS merupakan Taman Hiburan Rakyat, yaitu taman yang difungsikan sebagai Kebun Binatang Tegalwareng, setelah kebun binatag dipindahkan ke daerah Mangkang, taman ini beralih menjadi pusat kesenian dan kebudayaan Taman Budaya Raden Saleh, serta sebagian dari lahannya berubah menjadi Taman Rekreasi Keluarga Wonderia. Makanya tidak heran apabila sebagian besar lahan TBRS masih memiliki kontur tanah dan pepohonan tua yang rindang dan asri.

Menurut, Kristanto, Kepala Unit Pelaksnan Teknis Dinas di TBRS, taman wisata ini didirikan dengan tujuan untuk memberikan wadah bagi seniman dan budayawan untuk dapat berapresiasi seni, serta untuk memberikan alternatif wisata bagi masyarakat.

Memasuki taman budaya tersebut, kita akan disambut oleh patung Raden Saleh Sjarif Boestaman yang nampak gagah  menggenggam erat kerisnya. Nama Raden Saleh dipilih untuk diabadikan sebagai nama taman budaya ini karena beliau merupakan seorang seniman lukis maestro kenamaan dunia yang berasal dari Semarang.  


                                         Patung Raden Saleh

Selain itu, kita juga  akan disuguhi oleh coretan-coretan tembok berupa mural art dan graffiti yang semakin memperkental aura seni di taman budaya ini. menurut Kristanto, coretan-coretan tersebut dibuat oleh para anggota Kreatifitas Seni Rupa di Semarang ketika mengadakan acara di TBRS. 


Mural Art dan Grafitti

Coretan tersebut memuat beberapa pesan yang ingin disampaikan, seperti indahnya perdamaian, ajakan  untuk melestarikan tradisi Indonesia,  hingga pesan-pesan agar masyarakat mau mencintai keberagaman yang ada di Semarang.

Di seberang pintu gerbang, terdapat  Gedung Pertunjukkan Ki Narto Sabdo yang biasa dipakai untuk gedung pertemuan dan pementasan seni. Pementasan biasa digelar setiap malam Minggu. Pementasan tersebut berupa wayang orang yang biasanya dipentaskan oleh grup kesenian Ngesti Pandhowo. Selain itu, dihari-hari tertentu, biasanya setiap malam Jumat Kliwon,  juga diadakan pementasan wayang kulit  pembacaan puisi, atau pementasan  teater yang biasa dibawakan oleh Teater Lingkar.


Gedung Pertunjukkan Ki Narto Sabdo
Di depan pintu masuk gedung pertunjukkan tersebut terdapat patung Ki Narto Sabdo, seorang seniman musik dan dalang wayang kulit legendaris dari Jawa Tengah, Indonesia. Di bawah patung tersebut terdapat prasasti bertuliskan: lewat tembang hidupku untukmu negeriku. Patung dan prasasti tersebut diresmikan pada tanggal 28 Juli 1998 oleh Soetrisno Suharto, Wali Kota Semarang pada masa itu. 
 
Prasasti dan Patung Ki Narto Sabdo

 Selain itu,  dalam prasasti juga  terdapat not angka dan lirik lagu dari Gambang Suling, lagu daerah Jawa Tengah yang merupakan salah satu lagu ciptaan Ki Narto Sabdo. Berikut lirik lagu tersebut :

SWARA SULING NGUMANDHANG SWARANE
THULAT THULIT KEPENAK UNINE
UNINE
MUNG NGRENYUHAKE BARENG LAN KENTRUNGE
KETIPUNG SULING SIGRAK KENDANGANE


Di sebelah gedung Ki Narto Sabdo berjajar kios seni yang menjual berbagai hasil kesenian seniman Semarang. Berbagai lukisan juga dipajang dan dijual di kios tersebut, disertai dengan pelayanan jasa lukis di tempat.




Pertunjukan teater juga sering digelar di Gedung Serba Guna (GSG) yang biasanya juga disewakan untuk tempat berlangsungnya acara indoor, pertemuan atau resepsi. Selain itu juga terdapat pertunjukan musik dan tari yang biasanya diadakan di area Teater Terbuka yang terletak di belakang Kantor Sekretariat Dewan Kesenian Semarang.



Joglo di Taman Budaya Raden Saleh

Di bagian lainnya terdapat tiga buah joglo yang biasa digunakan oleh anak muda untuk berlatih teater, membaca puisi dan menari pada siang hingga sore hari.  Di seberangnya berdiri  Gedung Pengelola Taman Budaya Raden Saleh yang buka pada hari kerja, setiap pukul 08.00-15.00 WIB.

Joglo biasa dipakai untuk latihan

Daya tarik TBRS tidak hanya sekedar itu, tidak hanya seniman, pelajar atau mahasiswa saja yang berkunjung, para karyawan dan masyarakat umum juga banyak yang datang, menghabiskan waktu untuk  sekadar duduk-duduk di bawah kerindangan pepohonan yang memang jarang dijumpai di kota Semarang, atau bahkan mencoba berbagai macam kuliner di pujasera TBRS.

Tuesday, July 2, 2013

HIMALIKA Selenggarakan Aksi Literasi Media

Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi (HIMALIKA) Universitas Semarang pada Rabu, 19 Juni 2013 mengadakan Literasi Media di SDN 2 Sumberahayu, Limbangan, Kendal. Acara ini merupakan program kerja kedua dari HIMALIKA sekaligus sebagai wujud nyata dari Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat.
Volunteer Literasi Media

Acara ini bertujuan untuk memberikan pendidikan tentang media kepada siswa SD. Anak-anak dipilih sebagai target literasi media karena merupakan usia yang rentan terkena serangan media. Menurut Magdalena Rica, Ketua Panitia, literasi media penting dilakukan untuk membuat masyakat menyadari dan memberi perhatian terhadap dampak negatif dari tayangan media massa yang kian hari kian bervariasi.

“Literasi media dapat diartikan sebagai melek media, yaitu kegiatan yang berhubungan dengan kemampuan untuk memahami dan menganalisis pencitraan media.” ungkap mahasiswa yang akrab dipanggil Lena tersebut.

Sebanyak 26 siswa SDN ikut serta dalam kegiatan tersebut. Mereka mencari pesan tersebunyi yang tertulis dalam kertas lipat warna-warni berbentuk origami burung bangau. Semua siswa mengikuti  rangkaian kegiatan secara antusias, mereka dibagi ke dalam beberapa kelompok dan berlomba mengumpulkan kertas lipat tersebut. Pesan-pesan yang telah dikumpulkan kemudian disusun dengan pengarahan anggota HIMALIKA. Pesan tersembunyi tersebut merupakan rangkaian lirik lagu yang mengandung muatan literasi media, yaitu lagu “Balonku” dan “Suwe Ora Jamu” yang dirubah hanya liriknya saja.


Sosialisasi efek media televisi
Usai menyanyikan lagu, sebagai penutupan acara, HIMALIKA menyerahkan buku-buku bekas untuk disumbangkan kepada SDN 2 Suberahayu, yang kondisinya memang masih minim buku bacaan dan pelajaran. Sebelumnya, dalam kegiatan literasi media tersebut, HIMALIKA melakukan pengenalan tentang dampak negatif dari tayangan televisi yang bahkan disaksikan oleh anak-anak hingga 7 jam per hari. Angka tersebut, menurut Jamal, Ketua HIMALIKA, merupakan angka yang melebihi angka yang dianjurkan, yaitu 2 jam per hari. Berikut ini lagu literasi  media dengan nada "Suwe Ora Jamu" dan "Balonku" :

Suwe Ora Jamu 

Ayo moco buku (Ayo membaca buku)
Kanggo nambah ilmu (Untuk menambah ilmu)
Acara Tivi ora mutu (Acara Tivi tidak bermutu)
Ayo mending moco buku (Ayo lebih baik membaca buku)



Mengajarkan lagu literasi media
Balonku 
Ayo kawan-kawanku 
Nonton TV ingat waktu
Bermain sambil belajar
Agar jadi anak pintar

Jangan banyak nonoton TV.. YES!
Cukup 2 jam sehari
Ingatlah nasehat guru
Pilih yang sesuai umurmu

Sosialisasi disampaikan dengan meminta siswa untuk menggambar tokoh dari tayangan favorit mereka, kemudian meminta siswa untuk menceritakannya. Siswa paling banyak memilih Naruto sebagai tayangan favorit, padahal tayangan tersebut menyajikan adegan kekerasan yang tidak patut disaksikan oleh anak-anak usia sekolah dasar. 

“Pendidikan tentang efek media massa memang harus ada, kalau perlu dijadikan kurikulum pendidikan. Apabila masyarakat tidak selektif memilih tayangan, maka akan berisifat merusak.” ungkap F.S. Nugroho, Kepala Sekolah SDN 2 Sumberahayu.

SDN 2 Sumberahayu dipilih sebagai tempat diadakannya acara ini karena SD tersebut terletak di pedesaan yang minim dengan fasilitas dan jauh dari pusat kota. Menurut Nugroho, siswa di sekolah dasar tersebut berangkat dan pulang sekolah dengan berjalan kaki melintasi pematang sawah, bahkan ada yang menempuh jarak 6 km. hal tersebut dikarenakan tidak adanya sarana transportasi yang memadai dan kondisi jalan yang memprihatinkan. Jumlah murid di sekolah dasar tersebut juga hanya mencapai jumlah 76 siswa.

“Semoga setelah acara ini, anak-anak dapat menerima pesan yang disampaikan dan diamnfaatkan dengan baik. Sehingga anak-anak dapat merubah perilaku dengan cara mengurangi waktu menonton televisi” tandas Nugroho. 

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang HIMALIKA, bisa follow di @himalikaUSM